Kecil itu indah memang berlaku bagi Bremen. Walaupun kecil, Bremen menyimpan banyak pesona untuk dinikmati. Salah satunya adalah area pemukiman "liliput"di sini. Menjajaki Bremen adalah perjalanan pertama saya di negara ini, yang tidak akan terlupakan.
Bremen adalah kota sekaligus negara bagian terkecil di Jerman. Letaknya berada di dalam area negara bagian Lower Saxony (Niedersachsen), yaitu di Jerman bagian utara, dan luasnya hanya 326.73 km2. Wajah kota tua Eropa masih sangat terasa di sini, karena Bremen merupakan salah satu kota yang selamat dari pengeboman di Perang Dunia II.
Untuk mencapai Bremen saya menggunakan kereta api dengan memanfaatkan Regional Ticket. Tiket ini berlaku di negara bagian tempat saya tinggal (Niedersachsen), Bremen dan Hamburg. Tiket seharga 28 Euro ini terhitung sangat murah, karena berlaku sepanjang hari, boleh naik turun di stasiun manapun, berlaku untuk maksimum 5 orang, dan berlaku juga untuk bus dan trem. Tetapi tentu saja, kereta yang boleh ditumpangi bukan kereta cepat Jerman. Walaupun begitu, kecepatannya tidak beda jauh kog dengan kereta cepatnya.
Regional Ticket Niedersachsen |
Pukul 10.50 saya tiba di stasiun utama Bremen (Bremen Haupbahnhof). Antusiasme saya melupakan hawa dingin di hari itu. Saat itu matahari tertutup awan dan temperatur suhu berada di sekitar 8 derajat celcius.Bangunan tua stasiun sudah menarik perhatian saya. Menurut referensi, banyak cerita tersimpan di balik detil-detil bangunan stasiun ini. Sebagai contoh, 3 relief yang berada di sekitar jam, di pintu gerbang stasiun. Relief-relief itu melambangkan pentingnya stasiun Bremen sebagai penghubung Bremen dengan kota-kota lainnya pada tahun 1800 -an . Ketiga relief itu adalah: “Schifffahrt” (Navigasi/Perkapalan - kiri), “Reichsadler” (Burung Elang lambang nasional Jerman - Tengah) dan “Eisenbahn” (Rel kereta – Kanan). Karena saya tidak ingin banyak waktu dihabiskan di sini, maka saya pun segera bergerak memulai perjalanan di Bremen. Dari Bremen Hauptbahnhof inilah, saya merekomendasikan 10 spot yang layak dicari dalam 1 hari perjalanan singkat di Bremen.
Hauptbahnhof Bremen |
1. Windmolen Am Wall
Saya memilih berjalan kaki menuju pusat kota. Baru saja berjalan kira-kira 5 menit, muncul objek yang menarik perhatian. Tampak dari kejauhan Windmolen ala Holland. Tidak disangka ada juga kincir angin seperti itu di Jerman. Saya pun tergerak mendekatinya.
Kincir angin tua itu berada di tengah taman yang ternyata fungsinya sudah berubah menjadi cafe. Di depan kincir angin itu berdiri 2 pohon besar yang rindang dengan daunnya yang sudah mulai menguning. Daun-daun yang berguguran membentuk karpet jingga di taman itu. Bangku-bangku taman di bawah pohon mengundang saya untuk duduk sejenak menikmati pemandangan musim gugur bersama burung-burung yang tampak jinak mencari remah-remah di hamparannya.
2. Sögestraße
Meninggalkan Windmolen, saya bergerak menuju pusat kota. Tiba di mulut jalan Sögestraße, sekelompok babi menyambut saya. Tentu saja bukan babi sungguhan, melainkan patung sekawanan babi yang juga sedang dikerumuni banyak pengunjung. Jalan ini merupakan salah satu jalan utama tertua menuju pusat kota.
Windmolen Am Wall |
2. Sögestraße
Meninggalkan Windmolen, saya bergerak menuju pusat kota. Tiba di mulut jalan Sögestraße, sekelompok babi menyambut saya. Tentu saja bukan babi sungguhan, melainkan patung sekawanan babi yang juga sedang dikerumuni banyak pengunjung. Jalan ini merupakan salah satu jalan utama tertua menuju pusat kota.
Konon, ada banyak kandang babi milik tukang roti, pembuat tepung dan pembuat bir di sini sehingga jalan ini dinamai Sögestraße (jalan babi). Di sepanjang jalan ini berjejer toko-toko dan butik-butik terkenal.
Kebetulan saat itu adalah pertengahan bulan November. Bremen sudah bersiap-siap menyambut natal. Jalanan dan toko-toko pun sudah cantik didandani lampu-lampu dan dekorasi natal.
3. Wochenmarkt (Pasar Minggu)
The Pigs are welcoming us in Sögarstrasse |
3. Wochenmarkt (Pasar Minggu)
Domshof Passage in Christmas Style |
Menembus Katharinen-Viertels dan Domshof Passage (salah satu shopping center di Bremen) di Sögestraße, saya menemukan Wochenmarkt.
Wochenmarkt adalah pasar tradisional yang menjual produk-produk segar dari petani-petani atau peternak-peternak di daerah Bremen. Pasar yang digelar di lapangan terbuka ini tampak bersih dan cantik, terlebih karena dikelilingi bangunan-bangunan tinggi berarsitektur kuno.
Atmosfer pasar pun menjadi berbeda. Sayur, buah, rempah-rempah atau daging segar semua ditemukan di sini. Bahkan bunga, jajanan tradisional dan mini Cafe juga ada di sini. Menyeruput secangkir cappuccino hangat menjadi pilihan saya untuk menikmati suasana pasar ini.
Fresh things in Wochenmarkt |
4. Town Musicians of Bremen
Sampailah saya di patung perunggu Town Musicians of Bremen. Patung yang saya cari karena terkenal dengan dongengnya dan menjadi icon kota Bremen. Pose patung ini adalah keledai ditunggangi anjing, anjing di tunggangi kucing, dan kucing ditunggani ayam jago.
Dalam cerita rakyat Bremen's Town Musicians, 4 sekawan ini mencoba mencari keberuntungan dengan menjadi musisi di Bremen. Tak disangka, suara dan kerja sama mereka dapat mengalahkan sekelompok perampok.
Dongeng ini begitu melegenda sehingga kata banyak orang, kalau mengusap hidung dan kedua kaki depan keledai, keberuntungan akan datang pada kita. Saya pun rela antri mengusap untuk mencoba keberuntungan saya.
5. Marktplatz
Tak jauh dari Town Musicians of Bremen, terlihat Marktplatz, lapangan besar yang merupakan alun-alun kota Bremen.
Inilah jantung kota Bremen sejak lebih dari 1000 tahun lalu. Batu-batu mosaik sebagai lantai dan bangunan-bangunan cantik sekelilingnya membuat alun-alun Bremen diakui sebagai salah satu alun-alun terindah di Eropa. Dua warisan dunia UNESCO, yaitu Patung Roland dan Balai Kota, berada di area ini.
Roland Statue Bremen |
Patung ksatria yang berdiri dengan tegak di Markplatz ini disebut Roland. Sebenarnya Roland bukan hanya ada di Bremen, tetapi Roland Bremen menjadi sangat istimewa terutama bagi masyarakat Bremen.
Roland Bremen merupakan patung Roland tertua di Eropa dan menjadi pelindung serta lambang status otonomi Bremen. Legendanya mengatakan bahwa selama Roland masih berdiri dan memandang kota, Bremen akan tetap bebas dan merdeka. Karena itu rakyat Bremen tidak akan pernah membiarkannya jatuh, terutama ketika area ini dihujani bom di Perang Dunia II.
Berdasarkan alasan-alasan itu juga, UNESCO memasukkannya dalam daftar warisan dunia. Jangan lupa, gosoklah lulut Roland. Katanya, niscaya suatu saat nanti saya akan kembali lagi ke Bremen.
7. Rathaus (Townhall)
Rathaus Bremen juga dapat diselamatkan dari bom perang dunia II yang menghancurkan Bremen lebih dari 60%.
Rathaus Bremen juga dapat diselamatkan dari bom perang dunia II yang menghancurkan Bremen lebih dari 60%.
Menurut referensi yang saya baca, detil-detil bangunannya merupakan simbol-simbol yang penuh makna. Sebagai contoh, tergambar Aristoteles, Plato, Santo Petrus, Musa dan Salomo yang mewakili Iman dan Kebijaksanaan bagi masyarakat Bremen.
Memang kalau saya lihat secara lebih cermat, bangunan Rathaus yang berarsitektur batubata gothik itu mempunyai banyak sekali detil. Tak heran bersamaan dengan pengukukuhan Roland sebagai salah satu warisan dunia, Rathaus Bremen pun termasuk di dalamnya. Sayang, saya tidak mempunyai kesempatan untuk mengintip isinya.
Rathaus Bremen |
8. St. Petri Dom
Pintu Timur Rathaus, yang ditandai oleh 2 patung penjaga berkuda, berseberangan dengan pintu masuk katedral St. Petri.
Saya pun beralih ke sana. Katedral St. Petri, merupakan gereja tertua di Bremen. Di dalamnya terdapat banyak peninggalan-peninggalan gereja dari abad 11, seperti ruang paduan suara yang dihiasi ukiran tangan, orgel, lonceng dan interior-interior lainnya.
The interior of St. Petri Dom |
Mencoba mengeksplornya, saya menemukan “Silent Room”. Ruang hening ini dimaksudkan untuk mengajak pengunjung merefleksikan diri. Ruangan ini terletak di bawah tanah dan terasa sangat dingin bagi saya . Suasananya pun agak mencekam.
The Silent Room as a part of St. Petri Dom |
The Twin Tower of St. Petri Dom |
9. Schnoor Distric
The Smallest Hotel in the World "Hochzeit Hotel" |
Meninggalkan St. Petri Dom, langkah kaki membawa saya datang di kampung liliput. Sungguh, liliput ini tergambar di Schnoor District, daerah pemukiman tertua di Bremen.
Saya menyebutnya liliput, bukan berarti penduduk asli di sini adalah para liliput. Tetapi toko-toko mungil, restaurant mungil, lorong-lorong sempit bahkan hotel terkecil di dunia pun ada di sini. Pintu rumah mereka kurang lebih hanya setinggi 150 cm dan lebar jalannya pun hanya berukuran kira-kira 60 cm. Banyak kerajinan tangan yang cantik di jual di sini.
Ketika saya sampai di Schnoor, hari sudah mulai gelap. Lampu-lampu mulai menyala. Suasana Schnoor menjadi sangat indah. Etalase toko yang gemerlap, rumah-rumah khas dengan arsitektur unik nan cantik, serta barang kerajinan tangan yang lucu memendarkan cahaya kekuningan.
The Entry Gate of Böttcherstraße |
Böttcherstraße menjadi destinasi terakhir saya di Bremen. Area yang juga selamat dari pengeboman Perang Dunia II ini, sebenarnya letaknya masih di area Marktplatz. Sengaja saya jadikan tujuan terakhir, karena saya ingin menikmati indahnya Böttcherstraße di waktu lampu-lampu sudah menyala.
Jalan ini menjadi sangat terkenal karena kental dengan nuansa seninya. Memasuki jalan ini saja saya sudah disambut oleh lagu “Sway” dari pengamen jalanan. Musiknya benar-benar menambah hangat suasana. Apalagi ditambah dengan relief emas yang tampak berkilauan tersorot lampu di gerbang masuknya.
Böttcherstraße khas dengan batu bata merah sebagai dinding-dinding rumah. Beberapa rumah seni yang layak dikunjungi adalah Paula Moderson Becker Haus (museum seni di dekat pintu masuk), The Roselius House (rumah abad 16) dan The Glockenspiel House (rumah dengan banyak lonceng di bagian depannya). Selain bermuatan seni, di sini pun terdapat galeri-galeri, toko-toko souvenir, cafe, casino dan rumah pembuat permen.
Akhirnya, perjalanan saya di Bremen harus diakhiri. Tidak ada lagi waktu tersisa untuk mengejar jadwal kereta api terakhir yang membawa saya pulang. Padahal masih banyak spot menarik lainnya yang belum sempat saya kunjungi, seperti Botanika, Universum Bremen, Schlachte Promenade, Bremen Ratskeller dan lain sebagainya. Di lain waktu saya pasti akan kembali.
Referensi:
www.wikipedia.org
www.bremen-tourismus.de
Paula Moderson Becker Museum |
One of Cristal Gallery at Böttcherstraße |
Referensi:
www.wikipedia.org
www.bremen-tourismus.de
Komentar
Posting Komentar